Mungkin
beban yang ada di pundak sudah setinggi gunung
Mungkin luka yang ada di hati sudah menganga dengan sangat lebar
Mungkin sedih yang mendekap sudah terlanjur tak dapat dibendung
Mungkin amarah yang hadir sudah menguasai seluruh emosiTapi tetap saja, yang tampil adalah tidak apa dari apa-apa
Tapi tetap saja, yang nampak adalah baik dari tidak baikTak apa, seluruh dunia tak harus selalu tahu
Tak apa, sebab bumi masih berotasi dan manusia berevolusi
Tak apa, sebab mendengar dan didengar sudah tak seimbang lagi
Tak apa, mungkin sebaiknya tetap tak apa-apa
Mungkin luka yang ada di hati sudah menganga dengan sangat lebar
Mungkin sedih yang mendekap sudah terlanjur tak dapat dibendung
Mungkin amarah yang hadir sudah menguasai seluruh emosiTapi tetap saja, yang tampil adalah tidak apa dari apa-apa
Tapi tetap saja, yang nampak adalah baik dari tidak baikTak apa, seluruh dunia tak harus selalu tahu
Tak apa, sebab bumi masih berotasi dan manusia berevolusi
Tak apa, sebab mendengar dan didengar sudah tak seimbang lagi
Tak apa, mungkin sebaiknya tetap tak apa-apa
Sepenggal
kisah dari gadis bernama Khara yang aku temukan catatannya. Jangan pernah merasa puas dan jangan pernah
merasa kamu terlambat. Itu adalah isi sampul pada lembar pertama ketika
catatan itu aku baca. Diakhiri puisi yang masih samar aku pahami. Kisah pun
dimulai.
Entah kapan awalnya sampai kita bisa berbincang
serius sampai detik itu. Kau mengulas awal pertama pertemuan kita, namun aku
sempat kehilangan momen itu, jika bukan istimewa biasanya Aku akan lupa. Namun
tidak untukmu. Terima kasih sudah mengingatkan. Berawal dari gerakan peduli
pendidikan di tanah jawara akhir 2015 lalu. Kita bertemu di halaman museum dan
mencoba curi-curi pandang karena kau sangat mencolok dibanding yang lain, ya kau
setia dengan sepedamu waktu itu. Hal yang jarang aku temui pada saat itu untuk
ukuran laki-laki yang kesana kemari dengan sepeda. Entah kapan kita memulai
berkomunikasi. Yang akhirnya kita mengawali dengan niatan baik, saling tukar
puisi, cerita masa kuliah yang ternyata kita sama-sama diwisuda pada akhir
tahun gelombang terakhir wisuda di salah satu perguruan tinggi di tanah jawara.
Entah kau mencari informasi dan bisa memutuskan
mendekat kapan dan dengan alasan apa. Pada posisi itu aku masih mengharapkan
yang terbaik yang akan mendekat padaku dalam masalah jodoh, jadi aku tak ambil pusing
untuk memulai perkenalan lebih jauh. Khara sosok yang pendiam tapi jika sudah
kenal dia, akan lebih cerewet dan cenderung bawel ngebahas apapun dan
mengkritik apapun. Mengenal lebih jauh dengan Keluarga masing-masing meski
hanya bertukar cerita, tak ada curiga tak ada beban untuk saling berbagi. Hanya
saja tolong jaga jika itu aib ku, pun denganmu.
Aku kagum setelah melihat beberapa referensi dari
teman-teman dekatku yang ternyata kenal kau, D.
Kau tahu, aku sangat pemilih. Kau tahu aku terlalu
banyak beban jika kau memutuskan untuk menggenap bersamaku.banyak a,b,c,d yang
aku ungkap sebelum nanti kita berjalan lebih jauh. Jujur saat itu tak ada
kekaguman lebih padamu, hanya menilai kau cocok menjadi seorang imam, suami dan
ayah bagi perempuan dewasa yang sudah cocok dan siap untuk menggenap. Tapi
dengan segala pertimbangan kau mundur teratur dan kita menjadi agak sedikit
canggung.
Tau tidak selang 2 bulan kita tak berkomunikasi
akhir-akhir ini justru aku malah dihadapkan pada posisi aku siap dan akan
memilihmu. Namun itu terlambat, kau sudah dalam proses taaruf bersama yang
lain. Kabar baik akan aku tunggu, terima kasih sudah memberi kesempatan
bersilaturahim, terima kasih gelang yang kau beri sebagai tanda pertemanan
sebelum aku balik kampong akhir tahun lalu, teruslah berkarya aku kagum dengan
bukumu yang kau beri percuma sebagai awal pembahasan kita. Terima kasih dan
mohon maaf. Semoga kau bahagia, pun
denganku.
Dibalik kata Tak
Apa-apa, diakhir Agustus 2016
Itulah
catatan yang aku temukan disela-sela bukuyang aku baca diperpustakaan hari itu.
Memang jodoh tak ada yang tau intinya jangan sampai terlambat apalagi untuk
kedua kalinya. J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar