Kamis, 01 September 2016

Dibalik kata Tak Apa-apa, diakhir Agustus 2016



Mungkin beban yang ada di pundak sudah setinggi gunung
Mungkin luka yang ada di hati sudah menganga dengan sangat lebar
Mungkin sedih yang mendekap sudah terlanjur tak dapat dibendung
Mungkin amarah yang hadir sudah menguasai seluruh emosiTapi tetap saja, yang tampil adalah tidak apa dari apa-apa
Tapi tetap saja, yang nampak adalah baik dari tidak baikTak apa, seluruh dunia tak harus selalu tahu
Tak apa, sebab bumi masih berotasi dan manusia berevolusi
Tak apa, sebab mendengar dan didengar sudah tak seimbang lagi
Tak apa, mungkin sebaiknya tetap tak apa-apa


Sepenggal kisah dari gadis bernama Khara yang aku temukan catatannya. Jangan pernah merasa puas dan jangan pernah merasa kamu terlambat. Itu adalah isi sampul pada lembar pertama ketika catatan itu aku baca. Diakhiri puisi yang masih samar aku pahami. Kisah pun dimulai.

Entah kapan awalnya sampai kita bisa berbincang serius sampai detik itu. Kau mengulas awal pertama pertemuan kita, namun aku sempat kehilangan momen itu, jika bukan istimewa biasanya Aku akan lupa. Namun tidak untukmu. Terima kasih sudah mengingatkan. Berawal dari gerakan peduli pendidikan di tanah jawara akhir 2015 lalu. Kita bertemu di halaman museum dan mencoba curi-curi pandang karena kau sangat mencolok dibanding yang lain, ya kau setia dengan sepedamu waktu itu. Hal yang jarang aku temui pada saat itu untuk ukuran laki-laki yang kesana kemari dengan sepeda. Entah kapan kita memulai berkomunikasi. Yang akhirnya kita mengawali dengan niatan baik, saling tukar puisi, cerita masa kuliah yang ternyata kita sama-sama diwisuda pada akhir tahun gelombang terakhir wisuda di salah satu perguruan tinggi di tanah jawara.

Entah kau mencari informasi dan bisa memutuskan mendekat kapan dan dengan alasan apa. Pada posisi itu aku masih mengharapkan yang terbaik yang akan mendekat padaku dalam masalah jodoh, jadi aku tak ambil pusing untuk memulai perkenalan lebih jauh. Khara sosok yang pendiam tapi jika sudah kenal dia, akan lebih cerewet dan cenderung bawel ngebahas apapun dan mengkritik apapun. Mengenal lebih jauh dengan Keluarga masing-masing meski hanya bertukar cerita, tak ada curiga tak ada beban untuk saling berbagi. Hanya saja tolong jaga jika itu aib ku, pun denganmu.

Aku kagum setelah melihat beberapa referensi dari teman-teman dekatku yang ternyata kenal kau, D.
Kau tahu, aku sangat pemilih. Kau tahu aku terlalu banyak beban jika kau memutuskan untuk menggenap bersamaku.banyak a,b,c,d yang aku ungkap sebelum nanti kita berjalan lebih jauh. Jujur saat itu tak ada kekaguman lebih padamu, hanya menilai kau cocok menjadi seorang imam, suami dan ayah bagi perempuan dewasa yang sudah cocok dan siap untuk menggenap. Tapi dengan segala pertimbangan kau mundur teratur dan kita menjadi agak sedikit canggung.

Tau tidak selang 2 bulan kita tak berkomunikasi akhir-akhir ini justru aku malah dihadapkan pada posisi aku siap dan akan memilihmu. Namun itu terlambat, kau sudah dalam proses taaruf bersama yang lain. Kabar baik akan aku tunggu, terima kasih sudah memberi kesempatan bersilaturahim, terima kasih gelang yang kau beri sebagai tanda pertemanan sebelum aku balik kampong akhir tahun lalu, teruslah berkarya aku kagum dengan bukumu yang kau beri percuma sebagai awal pembahasan kita. Terima kasih dan mohon maaf. Semoga kau  bahagia, pun denganku.

Dibalik kata Tak Apa-apa, diakhir Agustus 2016

Itulah catatan yang aku temukan disela-sela bukuyang aku baca diperpustakaan hari itu. Memang jodoh tak ada yang tau intinya jangan sampai terlambat apalagi untuk kedua kalinya. J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HARI BARU

 Selamat Siang! kembali bertemu lagi, maafkan vacum yang begitu lama karena satu dan lain hal juga status baru aku. Alhamdulillah resmi meni...