Halo guys, ah rasanya baru kemarin saya hijrah menimba ilmu di dunia lain hehe maksudnya di luar kampung halaman. Ya sekarang saya kembali ke kampung halaman, untuk mengamalkan apa yang sudah didapat dan diperjuangkan #ealaaah. Dimulai dari percakapan by Whatsapp dengan teman di kampung sebelah. Kami memutuskan untuk jalan ke kampung dukuh, ya kampungnya orang garut yang luar biasa atau baduynya garut kalau disamakan dengan Banten yang punya baduy.
Kampung
Dukuh itulah nama sebuah perkampungan yang sangat kental dengan
ajaran-ajaran agama islam. Kampung ini berada di Desa Ciroyom, Kec.
Cikelet, Garut, Jawa Barat. Kampung Dukuh terletak di Desa Cijambe, Kecamatan Cikelet kurang
lebih 101 Km dari pusat Kota Garut. Kampung Dukuh dibagi kedalam tiga
bagian yaitu Dukuh Dalam, Dukuh Luar, dan Makam Karomah. Dimana bagian
Makam karomah terdapat makam Syekh Abdul Jalil, lalu sisanya adalah
lahan kosong dan lahan produktif.
Untuk mencapai kampung dukuh, Travelmate harus berkendara dari Garut
melalui terusan Cikajang-Pameungpeuk-Cikelet, atau dari Kabupaten
Bandung melalui terusan Pangalengan-Rancabuaya-Cikelet. Jalan untuk
mencapai Kampung Dukuh sudah terbilang baik, karena jalan lintas selatan
kini telah diperbaiki.
Kehidupan yang ada dikampung ini sangatlah
sederhana baik dalam segi bangunan rumah adat, pakaian, sampai bahasa
dan prilaku tingkah pola masyarakatnya. Jika anda akan berkunjung ke
kampung ini kita perlu mengetahui pantangan-pantangan yang ada di
kampung dukuh, seperti antara laki-laki dan perempuan tidak boleh
terlalu dekat, tidak boleh bicara ketika sedang makan, tidak boleh
menyelonjorkan kaki kea rah utara, harus memakai baju polos (tidak boleh
bercorak atau bergambar) ketika berziarah, dan tidak boleh menggunakan
peralatan elektronik.
Mata pencaharian utama masyarakat kampung dukuh adalah bertani. Model pertanian yang biasa di lakukan yaitu model pertanian lahan basah (sawah) dan pertanian lahan kering (huma atau berladang).Masyarakat kampung dukuh dalam bertani pada lahan basah (sawah)
biasanya menggunakan lahan yang terletak pada pinggir-pinggir sungai,
dan lahan yang dapat digunakan untuk cara bertani ini cukup sedikit.
Sedangkan untuk bertani pada lahan kering itu cukup luas, karena
biasanya masyarakat adat kampung dukuh akan mebukah hutan untuk
dijadikan lahan untuk berladang atau bertani. Karena lahan ini cukup luas. maka masyarakat biasanya banyak yang melakukan bertani pada lahan kering, yaitu seperti ngehuma,berladang. Selain itu juga masyarakat kampung adat dukuh sering memanfaatkan hutan sekitarnya, untuk memenuhi kekebutuhan hidup. Biasanya dimanfaatkan untuk mengambil kayu bakar, mengambil bahan untuk membuat rumah. Hal ini biasa dilakukan oleh masyarakat kampung dukuh sebelum masuknya jawatan kehutanan atau perhutani. Dimana setelah masuknya perhutani ke wilayah adat dukuh, masyarakat menjadi tidak punya akses terhadap hak ulayat mereka.
Ada 42 susun rumah yang terdapat di sini
yang selalu mematuhi pantangan-pantangan tersebut. Pantangan laki-laki
dan perempuan yang tidak boleh berdekatan adalah antara kaum adam dan
kaum hawa yang bukan muhrimnya harus menjaga hijab ini karena didasarkan
sesuai dengan syari’at Islam. Pantangan menyelonjorkan kaki ke arah
utara, ini dikarenakan di sebelah selatan kampung ini terdapat sebuah
makam ulama yang bernama Syekh Abdul Jalil, sang juru kunci yang juga
pendiri kampung ini. Pantangan itu diberlakukan untuk menghormati Syekh
Abdul Jalil. Selain makam Syekh Abdul Jalil disana juga terdapat makam
Hasan Husein, Makam Kuncen, dan TPU warga sekitar Kampung Dukuh. Setiap
hari sabtu warga disini selalu rutin berziarah ke makam karomah dengan
dipimpin oleh sang Kuncen (Juru Kunci). Ada juga beberapa larangan saat
melakukan ziarah. Diantaranya untuk kaum perempuan yang sedang haid
(datang bulan) dilarang melakukan ziarah, tidak memakai perhiasan, juga
tidak diperkenankan untuk memakai pakaian dalam. Hal ini dilakukan
sebagai tanda kesederhanaan. Kesederhanaan ini sudah menjadi kebiasaan
warga kampung.
Selain
itu dikampung ini juga tidak ada peralatan elektronik, bahkan saat
malam hari datang sebagai salah satu penerangan hanya menggunakan lampu
cempor. Ada keunikan tersendiri untuk shalat wajib lima waktu disini,
yaitu panggilan untuk warga kampung dengan perantara sebuah bedug besar
yang ada di masjid kampung dukuh. Pukulan yang pertama bedug dipukul
satu kali, ini menandakan seluruh warga kampung bersiap-siap pergi ke
masjid, pukulan kedua bedug dipukul dua kali menandakan jama’ah sudah
ada di dalam masjid untuk melakukan shalat sunnah. Dan pukulan terakhir
bedug ditabuh tiga kali menandakan semua sudah siap untuk melaksanakan
shalat berjamaah. Bangunan masjid ini terbuat dari bambu dan beratapkan
ijuk, alang-alan atau juga tepus, dan ini mirip seperti halnya rumah
warga. Dan yang membedakan masjid dan rumah warga ialah ukuran masjid
yang lebih besar dari rumah warga. Namun ada juga bangunan yang lebih
besar dari masjid yaitu Bale Adat yang mana adalah kediaman sang kuncen
(Juru Kunci). Tempat ini sekarang biasanya digunakan untuk anak-anak
mengaji disiang hari setelah shalat dzuhur.Ada juga toilet umum yang
juga sederhana, terbuat dari bambu yang dirangkai dan memiliki beberapa
pancuran. Dibawah toilet ini terdapat sebuah kolam ikan yang cukup
besar. Ikan-ikan ini digunakan sebagai pengurai kotoran manusia yang
dibuang langsung dari toilet ke kolam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar