Assalamualaikum Beijing merupakan novel karya Asma Nadia
yang ditulisnya tahun 2012. Novel ini mengisahkan tokoh Asma yang
terpaksa membatalkan pernikahannya sehari menjelang hari H karena calon
suaminya: Dewa mengkhianatinya. Asma lalu menerima tugas sebagai penulis
kolom di Beijing. Bersama sahabat setianya Sekar dan suami Sekar
(Ridwan), Asma menikmati tugas barunya di Beijing dan berusaha melupakan
Dewa. Hingga pada suatu hari muncul Zhong Wen, lelaki sederhana dan
tulus yang menceritakan padanya tentang Ashima, sebuah legenda Yunan,
Cina. Namun sayang, Asma kemudian mengalami sakit APS
(Anti Phospolipid Syndrome)
yang cukup parah, yang bisa mengakibatkannya stroke, lumpuh hingga
kehilangan penglihatan. Asma lalu pulang ke Indonesia tanpa memberitahu
Zhong Wen apa yang terjadi dan berusaha melupakan Zhong Wen. Zhong Wen
yang ingin menjadikan Asma sebagai istrinya kemudian menyusulnya ke
Indonesia.
Ada banyak hal menarik tentang novel Assalamualaikum Beijing
(selanjutnya disebut AB) terkait penulis dan teknik kepenulisannya. Yang
pertama adalah bahwa beberapa bagian dalam cerita merupakan
potongan-potongan yang dialami Asma Nadia selaku penulisnya. Misalnya
perkenalannya dengan Mark Wu yang banyak membantunya saat di Beijing,
termasuk memperkenalkan Asma pada legenda Ashima, tahun 2008. Perkenalan
ini terjadi dengan cara yang serupa benar adegan Zhong Wen dan Asma di
bus. Namun tentu saja Mark Wu bukan Zhong Wen, dan Asma Nadia bukanlah
Asma dalam novel tersebut. Nama Zhong Wen sendiri diberikan oleh Putri
Salsa (Caca), anak Asma Nadia, saat sang ibu membuat novel tersebut.
Konon Zhong Wen berarti “yang terpelajar”. Tokoh lain, misalnya Sunny,
juga merupakan tokoh nyata dengan nama sebenarnya. Sunny adalah seorang
gadis cerdas asal Beijing yang menguasai empat bahasa dan pernah
menemani perjalanan Asma Nadia di Beijing.
Hal menarik lainnya, “Asma” dalam novel tersebut justru ditemukan
penulisnya sebelum ia bertemu Mark Wu, tahun 2005; seorang muslimah
pengidap penyakit langka: APS (Anti Phospolipid Syndrome), penyakit
sindrom kekentalan darah yang beresiko stroke, keguguran berulang kali,
lumpuh, buta, dan lain sebagainya. Namun dalam kondisi demikian ada
seorang lelaki tulus yang kemudian melamar perempuan tersebut menjadi
istrinya. Jadi tokoh Asma dalam cerita benar-benar ada. Sosok ala Zhong
Wen juga bukan fiktif semata.
Hal menarik ketiga, dari berbagai “puzzle” kisah tadi, Asma meramunya
dengan apik dalam novel AB. Asma melakukan riset tentang latar
peristiwa dan sejarah muslim di Cina, tentang penyakit APS, dan lain
sebagainya. Tak berhenti di situ, ia juga menggunakan teknik penulisan
berbeda terkait penggunaan point of view (sudut pandang) tokoh utama (Ra
dan Asma). Sebagai pembaca kita baru tahu bahwa Ra dan Asma merupakan
satu tokoh baru menjelang akhir cerita. Keping-keping peristiwa disebar
dalam novel dengan alur yang tarik ulur- maju mundur, penggunaan
flash back, sebagaimana cerita yang dimulai dengan
in medias res.
Cantiknya lagi, novel ini membuka tiap bab-nya dengan semacam quote,
kutipan kata-kata bermakna yang diksinya indah dan langsung mengena ke
hati pembaca. Kutipan-kutipan tersebut menjembatani pembaca masuk ke
tiap bab-nya.
Saat membaca novel ini pertama kali, saya sudah melihat novel ini
sangat filmis. Adegan-adegan yang dikisahkan penulisnya langsung
terbayang di layar benak saya. Bagaimana penulis mengaitkan tokoh utama
“Asma” dengan legenda patung “Ashima” merupakan suatu kecerdasan, nilai
tambah, yang saya tunggu sekali visualisasinya di film.
Mari Menonton Assalamualaikum Beijing!
Saat tahu AB akan difilmkan saya betul-betul menanti tayangan ini.
Saya mereka-reka, sanggupkah Maxima Pictures memproduksi ini menjadi
film istimewa? Apakah karakter para pemainnya akan kuat? Apakah setting
akan sesuai? Bagaimana dengan penggunaan bahasa? Lalu apa yang akan
terjadi dengan nilai-nilai Islami yang berserakan di dalam novelnya?
Akan ada atau malah dihilangkan atas nama komersialisme? Bagaimana
sutradara menyiasati unsur Islam dan romantisme sekaligus dalam film
ini?
Saya dan suami menyaksikan premiere film ini 26 Desember 2014.
Sungguh, saya bukan orang yang mudah terkesan, malah cenderung nyinyir
terhadap hal-hal yang menurut saya tidak pada tempatnya.
Ya, saya sangat selektif dan “bawel” terhadap film-film Indonesia.
Begitu pula suami. Saya bisikkan ke telinga suami, “Mas ingat, kita
menonton film ini sebagai penonton. Bukan sebagai bagian dari keluarga
besar penulisnya.” Suami saya seorang konsultan media yang kerap lebih
nyinyir dari saya berkata. “Ya, bila bagus kita dukung. Bila buruk, kita
tidak akan mengajak seorang pun untuk menontonnya. Itu pasti!”
jawabnya.
Alhamdulillah ternyata film AB bagus dan baik untuk dinonton berbagai
kalangan! Semuanya tergarap baik; mulai dari para pemain yang
berkarakter—Morgan Oey, maafkan semula saya sempat berprasangka buruk
tentang aktingmu sebagai Zhong Wen! Revalina S. Temat sungguh tepat
memerankan sosok Asma. Ibnu Jamil berperan sangat baik sebagai Dewa.
Laudya Chintya Bella serta Desta memiliki
chemistry luar biasa sebagai pasangan suami istri kocak sahabat sejati Asma.
Sinematografi film ini juga bagus, kita diajak menjelajahi
tempat-tempat indah di Beijing. Namun menariknya, penonton tak sekadar
diajak “jalan-jalan”, karena semua tempat yang disinggahi terkait erat
dengan cerita, bukan sekadar tempelan!
Kutipan kata-kata indah dalam novel dimunculkan sutradara melalui
perkataan para tokoh, serasa menancap di benak penonton, semisal: “Cinta
itu menjaga, tergesa-gesa itu nafsu belaka.” Atau perkataan Asma pada
Dewa: “Jangan kau sandingkan nama Tuhan dengan kebohongan!” Atau
kutipan: “Bila tak kau temukan cinta, biar cinta menemukanmu.” Dan yang
akan paling diingat penonton: “Cinta sempurna itu ada, dan tak perlu
fisik sempurna untuk bisa memiliki kisah cinta yang sempurna.”
Beriringan dengan kalimat-kalimat penuh makna, banyak sekali nilai
dalam film ini yang disampaikan tanpa menggurui, bahkan dengan kelakar,
tapi terasa “jleb” kalau kata anak muda sekarang. Soal adab pergaulan
muslim-muslimah, tentang kesabaran, kesetiaan, cinta, perjuangan dan
kedekatan pada Allah semua dikemas menjadi sesuatu yang menyenangkan
saat sampai pada penonton.
Riset tempat dan historis yang dilakukan Asma Nadia dalam novel
digarap lebih jeli lagi oleh penulis skenario Alim Sudio, dan sutradara
Guntur Soeharjanto yang sebelumnya menyutradarai film “99 Cahaya di
Langit Eropa” dari novel Hanum Rais.
Tak sampai di situ, riset yang sangat memadai tentang penyakit APS
menambah kualitas film ini. Biasanya saya kesal bila di film Indonesia
ada tokoh yang sakit, ada rumah sakit, karena digarap sekadarnya. Tapi
dalam AB semua sangat informatif dan logis, bahkan terkait penyakit APS
dalam film ini mendapat banyak tanggapan simpati dari sebagian dokter
yang menonton.
Soundtrack film ini berjudul “ Moving On” dibawakan oleh Ridho Irama dalam nada dan nuansa yang sangat pas dengan filmnya.
I’ll be over you
I’ll praying for your happiness
And i~ I am gonna start to move
I am gonna start to move
Moving on, Moving on, Moving on
Moving on, Moving on, Moving on
Jadi deh, ini film yang benar-benar bikin “move on”, insya Allah.
Oh ya, lagu penutup film berjudul sama:
Assalamualaikum Beijing diciptakan dan dinyanyikan Asma Nadia (bukan dalam film melainkan dalam CD, Album:
Catatan Hati Asma Nadia).
Komentar Mereka Tentang Film AB
Dalam twitnya Ibu Elly Risman (@ellyrisman)seorang psikolog dan pakar
parenting menulis:
Tepuk
tangan menggema di Theater XXI Epicentrum begitu film Assalamualaikum
Beijing berakhir. Film apik sangat layak tonton bagi anak praremaja
Anda. Asma Nadia mengemas indah dalam AB keteguhan iman, kisah cinta
yang unik & menyentuh dengan sejarah Islam di China. Asma juga
menyindir dengan cara yang lucu kegandrungan remaja terhadap budaya
Korea yang bikin penonton tertawa tawa.
Ustadz Yusuf Mansyur turut merekomendasikan film ini. “Film ini bagus. Banyak penonton pada nangis,”
Oki Setiana Dewi memberi film ini nilai 99,9 dari 100. “Bagus, indah dan penuh hikmah,” ujarnya. “Harus nonton!”
Artis lain, Ozzy Syahputra berujar, “ Tadinya saya kira ini film
jalan-jalan. Ternyata ceritanya bagus sekali. Latar Cina-nya bukan
tempelan tapi memang kuat mempengaruhi jalan cerita. Akting pemainnya
bagus-bagus. Top!”
Dr. Indra Gunawan Affandi, residen neurology/saraf di facebooknya
menulis: “Alhamdulillah dalam Assalamualaikum Beijing, mbak Asma
menyelipkan edukasi tentang faktor resiko baru stroke, terutama stroke
di usia muda. Semoga ini menjadi langkah awal sinematografi ilmu
kedokteran.”
Muhammad Arfian, seorang doktor lulusan Jepang yang nonton beserta
keluarga menyatakan film AB sangat bagus, terutama bagi remaja yang
tengah dilanda cinta monyet. “Film ini mengajarkan tentang cinta yang
bertanggung jawab.”
Sementara itu, Meyda Sefira, salah satu artis KCB mengatakan: “Bagus
banget! AB tontonan wajib bagi kita yang sedang mencari cintaNya!”
Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heriawan, bahkan mengadakan nonton bareng
di Ciwalk XXI 1 Januari 2015. Menurutnya ini film yang menarik, indah,
menyentuh, menggugah dan patut ditonton oleh banyak kalangan, terutama
para remaja. Banyak nilai yang disampaikan tanpa menggurui. Ini senada
pernyataan Mustafa Kamal, anggota DPR RI. “Saya menangis juga nonton
Assalamualaikum Bejing, karena mengharukan dan penuh makna, menghasilkan
perenungan. Riset dalam filmnya sungguh-sungguh, latar budaya dan
historisnya kuat. Bukan sekadar kisah cinta, namun hikmahnya banyak.
Harus nonton!” tambahnya.
“Film AB ini berbeda. Saya salut dengan keberanian visualisasi film
Assalamualaikum Beijing. Ia mendekatkan tiga narasi sekaligus: Islam,
Indonesia dan Cina,” tutur politikus: Fahri Hamzah. Menurutnya film ini
berpotensi membawa dialog Islam-Indonesia-Tionghoa dalam khazanah yang
lebih tulus.
Apakah film ini aman ditonton anak SD misalnya? Seorang anak kelas 6
SD lewat akun saudaranya, @febynahumarury usai menonton AB berkata:
“Film ini bisa jadi bekal aku bahwa cinta itu tidak perlu pacaran…Dan
cinta tak perlu fisik yang sempurna tapi perlu iman dan cinta yang
tulus. Tapi cinta pertama harus kepada Allah, kepada para rasulNya dan
orangtua.”
Jadi tunggu apalagi?
Yuk segerakan nonton Assalamualaikum Beijing bersama keluarga!
Kalau bukan kita yang dukung film bermutu, siapa lagi?
http://sastrahelvy.com/2015/01/03/assalamualaikum-beijing-assalamualaikum-film-bermutu/